Nama : Muhammad Syamsul Arifin
Nim : 1708202124
Kelas : HES D/7
Rasulullah Nabi Muhammad SAW diriwayatkan dalam beberapa hadits pernah sholat di atas punggung unta dalam sebuah perjalanan Namun, hanya sholat sunnah yang beliau kerjakan di atas punggung unta. Bila tiba waktu sholat wajib, beliau memilih menghentikan perjalanan untuk sholat di atas tanah.
عن جابرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْه قال: ((كان رسولُ اللهِ يُصلِّي على راحلتِه حيثُ توجَّهتْ به - أي في جِهة مَقصدِه - فإذا أراد الفريضةَ نزَلَ فاستقبلَ القِبلةَ))
"Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahuanhu bahwa Nabi sholat di atas kendaraannya menuju ke arah Timur. Namun ketika beliau mau sholat wajib, beliau turun dan sholat menghadap kiblat." (HR Bukhari)
Kendaraan yang dipakai Rasulullah SAW pada zaman itu adalah unta, jelas berbeda dengan zaman sekarang yang biasa kita pakai pada saat ini,
Karena kendaraan pada zaman itu terbatas pada onta, kuda, dan keledai. Kalau pun pada zaman sekarang ada kendaraan yang ditarik, yang menarik juga tak lepas dari hewan-hewan tersebut. Adapun kendaraan yang biasa dipakai orang-orang pada masa sekarang, yaitu bis, kereta api, kapal laut, pesawat terbang, dan sebagainya termasuk kendaraan pribadi. Akan tetapi, dalam hal hukum shalat di atas kendaraan tidak ada perbedaannya.
Hanya mungkin secara teknis saja yang ada sedikit perbedaan, misalkan ketika ruku’ dan sujud mengikuti apa yg di contohkan Nabi Muhammad SAW, Beliau menundukkan badannya sedikit ke depan,” maksudnya yaitu menundukkan badannya jika ruku’ dan sujud. Akan tetapi ketika sujud, badannya lebih ke bawah lagi sedikit daripada saat ruku’. Shalat dengan duduk di atas kendaraan dan menggerakkan badan seperti itu juga belaku bagi pengikut beliau sampai kapan pun, termasuk kita di saat ini jika sedang bepergian dan berada di atas kendaraan. jadi shalat Sunnah di atas kendaraan umum maupun pribadi itu di perbolehkan akan tetapi dengan teknis yang berbeda.
Dan ketika menggunakan kendaraan pribadi seperti sepeda motor, Dokar, becak sepeda dan sejenisnya itu hukumnya boleh sholat Sunnah di atas kendaraan pribadi Jika dilihat dari posturnya, shalat di atas onta atau keledai, posisi penumpang sama persis seperti posisi di atas motor. Karena itulah, shalat di atas motor sangat memungkinkan jika kita qiyaskan untuk posisi duduk di atas onta.
Berbeda halnya dengan sholat fardhu, sholat fardhu bisa juga di kiyaskan seperti halnya sholat Sunnah di atas kendaraan akan tetapi dengan teknis yang berbeda dan hanya kendaraan umum dan itu juga ada Syarat-syarat tertentu nya
Syarat Dibolehkannya Salat di Kendaraan
1. Tidak memungkinkan menghentikan laju kendaraan, sementara dirinya khawatir akan terlewat waktu untuk salat wajib. Kekhawatiran tertinggal waktu salat fardhu yang sebentar, seperti maghrib. Hingga keburu bebarengan dengan salat isya.
2. Tidak ada tempat pemberhentian yang layak dan aman untuk salat. Seperti di dalam bis, pesawat atau kapal kecil.
3. Jika tidak menemukan air untuk bersuci, tayamumlah. Kecuali jika di kereta menemukan toilet dengan wastafel untuk wudhu yang bersih, bisa digunakan.
adapun Tata Cara Salat Wajib di Kendaraan
Syaikh Musthafa Al Adawi juga ditanya mengenai shalat ketika di mobil (termasuk bus dan semacamnya) beliau menjelaskan caranya: Jika anda bersafar untuk jarak yang jauh dan tidak memungkinkan untuk berhenti, shalatlah sambil duduk.
Karena Nabi Shallallahualaihi Wasallam bersabda: Salatlah sambil berdiri, jika tidak bisa maka sambil duduk, jika tidak bisa maka sambil berbaring HR. Al Bukhari 1117.
Sebaiknya salat menghadap arah kiblat, namun jika tidak memungkinkan menghadap kiblat, Anda bisa shalat dengan menghadap sesuai arah kendaraan.
Pendapat ijtihad-ijtihad baru dalam sholat fardhu di atas kendaraan
Ada beberapa perbedaan ulama tentang kebolehan melakukan shalat wajib di atas kendaraan. Perbedaan itu bukan semata-mata timbul dari ijtihad para ulama, melainkan hadits-hadits yang kita terima dari Rasulullah SAW telah saling berbeda. Maka wajar pula bila para ulama pun saling berbeda pandangan.
1. Pendapat yang Tidak Menerima Shalat Wajib di Atas Kendaraan
Sebagian ulama memandang masalah shalat di atas kendaraan adalah bahwa Rasulullah SAW tidak pernah melakukannya. Kecuali hanya pada shalat sunnah saja. Adapun ketika datang waktu shalat wajib, beliau turun dari untanya dan shalat di atas tanah dengan menghadap kiblat.
Bahwa Rasulullah SAW pernah shalat di atas punggung unta dan menghadap ke mana saja, memang benar. Namun ketahuilah bahwa shalat itu hanyalah shalat sunnah, bukan shalat wajib. Dasarnya adalah hadits beliau SAW berikut ini:
Dari Amir bin Rabi'ah ra. berkata, "Aku melihat Rasulullah SAW di atas kendaraannya (shalat) dan membungkukkan kepalanya menghadapkan ke mana saja. Namun beliau tidak melakukannya untuk shalat-shalat fardhu." (HR. Muttafaq 'alaihi)
Hadits ini menurut An-Nawawi, Al-Iraqi, Al-Hafidz dan lainnya dikatakan sebagai sebagai dalil atas kebolehan melakukan shalat sunnah di atas kendaraan dalam perjalanan yang panjang. Sedangkan kalau bukan dalam perjalanan panjang, telah terjadi perbedaan pendapat.
Imam Malik mengatakan bahwa bila bukan dalam perjalanan yang membolehkan qashar shalat, shalat sunnah di atas kendaraan tidak boleh dilakukan.
Imam An-Nawawi mengatakan bahwa shalat wajib itu tidak boleh lepas dari menghadap kiblat. Sehingga bila shalat di atas kendaraan yang kemungkinan akan berbelok-belok, batallah shalat itu. Maka beliau mengatakan bahwa para ulama berijma' tidak boleh shalat fardhu di atas kendaraan.
Kecuali bila bisa dipastikan shalat di atas kendaraan itu tidak akan membuatnya lepas dari menghadap kiblat, juga bisa dipastikan untuk bisa berdiri, ruku' sujud dengan benar. Tetapi kalau tidak memungkinkan, maka shalat fardhu di atas kendaraan tidak dibenarkan. Demikianlah yang tertulis di mazhab kami (asy-Syafi'i) sebagaimana perkataan An-Nawawi.
Sedangkan shalat di atas kapal laut, oleh mereka dikatakan bahwa para ulama telah ijma' atas kebolehannya.
Sedangkan kalau seseorang tidak mungkin mendapatkan kendaraan memungkinkan shalat fardhu menghadap kiblat, berdiri, ruku' dan sujud, maka dia tetap harus shalat sebisanya, namun dengan kewajiban melakukan i'aadah. I'aadah adalah mengulangi shalat ketika kondisinya sudah normal kembali di waktu lain.
2. Pandangan yang Membolehkan Shalat Fardhu di Atas Kendaraan
Mereka yang berpandangan bahwa shalat fardhu boleh dikerjakan di atas kendaraan, berangkat dari hadits lainnya dari Rasululullah SAW berikut ini:
Dari Ya'la bin Murrah bahwa Rasulullah SAW melwati sebuah celah sempit bersama dengan para shahabat dengan menunggang kendaraan. Saat itu langit hujan dan tanah menjadi basah. Lalu datanglah waktu shalat, beliau memerintahkan muadzdzin untuk adzan dan qamat. Lalu Rasulullah SAW memajukan kendaraannya ke depan dan melakukan shalat dengan membungkuk, bungkuknya untuk sujud lebih rendah dari bungkuk untuk ruku'. (HR. Ahmad, An-Nasai, Ad-Daaruquthunydan Tirmizy)
Oleh At-Tirmizy, hadits ini dinilai sebagai hadits gharib dan dinilai sebagai hadits dha'if oleh Al-Baihaqi. Sedangkan yang men-shahih-kan hadits ini adalah Abdul Haq, lalu yang mengatakannya hasan adalah At-Tuzy.
Secara isi kandungan hukumnya, jelas sekali bahwa hadits ini bertentangan 180 derajat isinya dengan hadits Bukhari dan Muslim di atas, yang menyebutkan tidak ada shalat fardhu di atas kendaraan. Hadits ini justru menyebutkan dengan tegas bahwa Rasulullah SAW dan para shahabat melakukan shalat fardhu di atas kendaraan, secara berjamaah pula. Bahkan sempat dikumandangkan adzan dan iqamah sebelumnya.
Lalu bagaimana kesimpulan hukumnya, bolehkah kita shalat fardhu di atas kendaraan?
Jawabnya kembali kepada pendapat mana kita akan memilih. Kalau kita cenderung menerima hadits yang pertama, maka kalau pun kita shalat fardhu di atas kendaraan, masih ada kewajiban untuk mengulangi shalat di rumah. Sebab kendaraan itu tidak bisa menjamin bahwa shalat kita bisa tetap menghadap kiblat, juga tidak bisa shalat sambil berdiri tegak, ruku dan sujud secara sempurna.
Namun bila kita cenderung menerima pendapat yang kedua, tidak apa-apa juga. Silahkan shalat di atas kendaraan tanpa menghadap kiblat, tanpa berdiri, tanpa rukuk dan sujud yang sempurna. toh dahulu Rasulullah SAW diriwayatkan pernah melakukannya juga, mesi kalau kita bicara kekuatan haditsnya, lebih lemah dibandingkan hadits yang pertama.
Comments
Post a Comment