NUSYUZ artinya sesuatu yg meninggi. Secara umum Nusyuz diartikan sebagai perilaku seorang istri yang membuat suami tidak lagi bisa menikmati dirinya. Dalam hal ini maksudnya ketika seorang perempuan tidak lagi mentaati perintah Allah untuk taat kepada suami. Selain itu, istri juga tidak lagi mau melayani di atas ranjang, ataupun perilaku-perilaku membangkan lainnya seperti keluar rumah tanpa izin dari suami.
Dalam Fiqh Klasik merujuk pada kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqyah Al-Quaitiyah jilid 40 halman 284 sampai 318, sebagian besar ulama seperti Hanafiyah, Malikiyah, Syarfiiyah, dan Hanabilah mendevinisikan Nusyuz merupakan perilaku perempuan yang membangkan kepada suaminya. Misalnya keluar dari rumah tanpa izin dan secara membangkang.
Tapi sebagian ulama lainnya ada yang berpendapat Nusyuz juga sangat mungkin terjadi pada pihak suami salah satunya Imam As-Syarkowisalah. Seperti yang dituangkannya dalam Mawahidul Jalil, Ia berpendapat Nusyuz mungkin dari pihak isteri dan suami, tetapi memang yang dikenal masyarakat adalah Nusyuz hanya terjadi pada pihak isteri.
Perbedaan kedua Nusyuz yaitu yang dilakukan Suami dan yang dilakukan istri terdapat dalam Q.S An-Nisa Ayat 34 dan Ayat 128. Dimana Q.S An-Nisa ayat 34 menjelaskan Nusyuz yang dilakukan isteri kepada suami sedangkan ayat 128 menerangkan sebaliknya.
Allah SWT berfirman dalam Q.S An-Nisa (4) : Ayat 34 sebagai berikut.
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَاۤ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗ وَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا
Artinya: "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha Besar." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 34)
Allah SWT berfirman dalam Q.S.An-Nisa (4): Ayat 128 sebagai berikut.
وَاِنِ امْرَاَةٌ خَافَتْ مِنْۢ بَعْلِهَا نُشُوْزًا اَوْ اِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَاۤ اَنْ يُّصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۗ وَالصُّلْحُ خَيْرٌ ۗ وَاُحْضِرَتِ الْاَنْفُسُ الشُّحَّ ۗ وَاِنْ تُحْسِنُوْا وَتَتَّقُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا
Artinya: "Dan jika seorang perempuan khawatir suaminya akan nusyuz atau bersikap tidak acuh, maka keduanya dapat mengadakan perdamaian yang sebenarnya, dan perdamaian, itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu memperbaiki (pergaulan dengan istrimu) dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap acuh-takacuh), maka sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 128).
Dari kedua ayat di atas, maka dapat bedakan antara Nusyuz dari pihak istri adalah suatu sikap pembangkangan dan keengganan untuk taat kepada perintah Allah SWT dengan taat kepada suami. Sedangkan Nusyuz yang dilakukan suami adalah suatu sikap acuh kepada istri dan berpaling kepada hal-hal lainnya yang mengganggu relasi.
Kemudian, terkait Nusyuz dibahas kembali dalam Fiqh Kontemporer pada masa kini seperti dalam perspektif mubadalah. Dalam perspektif ini, Nusyuz tidak hanya dapat dilakukan isteri yang terdapat pada Q.S An-Nisa ayat 34, tetapi juga bisa dilakukan suami kepada istrinya seperti dalam Q.S An-Nisa ayat 128.
Dalam Q.S An-Nisa ayat 34, terdapat 3 solusi bagi mereka yang Nusyuz yakni beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka.
Namun dalam penerapan solusi ini, terdapat perdebatan diantara ulama Fiqih Klasik bahwa Apakah ketika seorang suami memukul istrinya itu kelewat batas sampai terluka atau sampai memar dan tersakiti atau bahkan sudah tidak lagi memukul karena mendidik tapi memukulnya karena kriminal diperbolehkan?
Ulama hanabilah, ulama hambali berpendapat bahwa kalaupun perempuan meninggal sekalipun, suami tidak bisa dituntut karena dia memiliki hak untuk melakukan hal tersebut. Tetapi ulama lain yakni Hanafi, Maliki, dan Syafi'i mengatakan tidak ada hak bagi suami untuk memukul secara menyiksa sampai meninggal.
Sementara dimasa kini, proses rekonsiliasinya atau proses perbaikan hubungan suami dan istri mungkin dilakukan oleh dua belah pihak. Dan solusi dengan pemukulan yang udah dibahas oleh berbagai ulama kontemporer dan boleh dilakukan, tetapi kemudian banyak ulama yang mengatakan bahwa ini tidak lagi efektif.
Karena sebagian besar permasalahan keluarga tidak bisa diselesaikan dengan cara dipukul. Istri yang dipukul justru akan menjadi lebih sulit untuk dikembalikan lagi rasa hormat dan cinta kepada suaminya. Oleh karena itu para ulama berpendapat hal ini sudah tidak layak untuk dilakukan dengan alasan mendidik. Sebaliknya hal ini justru dihawatirkan hanya sebagai pelampiasan nafsu dan justru menjadi tindakan kekerasan.
Kemudian, menilik pada Q.S An-Nisa ayat 128, Nusyuz suami berasal dari faktor eksternal yang artinya suami ditarik oleh orang lain atau terpesona orang lain, sehingga menadi acuh kepada istrinya. Hal ini dapat menimbulkan rasa pembangkangan, dan ada rasa sudah tidak ingin bersama dengan pasangan yang ada tapi, hanya saja belum berpikir untuk melakukan perceraian. Dan pembangkangan ini dibarengi dengan tidak adanya perasaan bersalah, tetapi justru sebaliknya malah menyalahkan pasangan. Hal ini kerap terjadi pada suami hingga akhirnya terjadi poligami.
Konsep Nusyuz dalam perspektif mubadalah secara umum adalah segala tindakan perilaku yang dilakukan oleh salah satu pasangan atau kedua-duanya yang memudarkan melemahkan atau bisa memutus mengancam ikatan pernikahan apapun bentuknya. Oleh karena itu harus ada kesadaran, dan dalam Q.S An-Nisa ayat 128, Al-Quran telah mengatakan tidak ada salahnya dua pasangan itu atau suami dan istri duduk-duduk yang artinya saling berdiskusi mana yang masih bisa ditolerir dan mana yang tidak bisa ditoleris.
Al-Quran memberikan jalan keluar dengan berdamai, duduk bersama, berkomunikasi secara baik baik, jujur, dan terbuka untuk berbicara mengenai permasalahan dalam hubungan, agar memperkuat hubungan antara suami dan istri
Intan Vatika
Hukum Ekonomi Syariah (D) semester 7
1708202085
Comments
Post a Comment