Pandangan Hukum Islam Nusyuz Suami terhadap istri

 Pandangan Hukum Islam Nusyuz  Suami terhadap Istri


Nama: Dery Fierrelando
Nim: 1708202128
Hes D/7
Absen 25


Nusyuz merupakan suatu kondisi
yang tidak menyenangkan yang
dapat timbul dari istri atau suami
yang tercermin pada adanya
kebencian, perselisihan, pertengkaran
dan permusuhan yang menjurus pada
perampasan yang dapat
menimbulkan bahaya bagi keluarga.
Dasar hukum adanya nusyuz dalam
perkawinan dijelaskan dalam Q.S
An-Nisaa' (4) ayat 34 dan 128. Q.S
An-Nisaa' [4] :128 menjelaskan
mengenai nusyuz yang datang dari
pihak suami. Berkaitan dengan
kriteria nusyuz suami hal ini dapat
dianalisis dalam Al-Qur'an dan As-
Sunnah yang menjelaskan mengenai
nusyuz suami yaitu:
Q.S An-Nisaa' [4] : 128 berbunyi:
وإن أمر افت و بعلها شورا أو إعراض فلا جناح لها أن
يصلحا بيتماصلح الله خير وأحبني لأن ألوان
خيوالله إن الله كانت بماتعملون يا )
Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. An-Nisa [4] ; 128)

Makna yang terkadung dari Qs An Nisa Ayat 128 menurut Tafsir Al Musyhaar  adalah:

Hal Ini diperbolehkan bagi suami Jika dia telah mendapatkan keridaan istri, karena sang istri menganggap hal itu mengandung kebaikan baginya tanpa ada suatu kezaliman dan pelecehan. Dan perdamaian lebih baik daripada perceraian dan perpisahan karena hubungan pernikahan merupakan salah satu hubungan yang paling Agung dan paling utama untuk dijaga, dan perjanjian pernikahan merupakan perjanjian yang paling kuat. Dan karena jiwa manusia sangat rentan memiliki sifat kekikiran, maka jika terdapat sesuatu yang mengharuskan dirinya untuk mengeluarkan harta maka akan timbul rasa kikir dan bakhil yang menghalanginya untuk mengeluarkan harta tersebut demi perdamaian. Para istri sangat berhasrat untuk mendapatkan hak mereka dalam pembagian, nafkah, dan perlakuan yang baik, demikian pula para suami sangat berhasrat untuk menjaga harta mereka. Maka hendaklah mereka berdua benar-benar saling memberi pengertian. Kemudian Allah mendorong agar ikatan pernikahan tetap terjaga sebisa mungkin, Dia berfirman: jika kalian saling memperbaiki hubungan dan menjauhi sebab-sebab perpisahan maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala yang kalian perbuat

Dan QS An Nisa(4) ayat 34: 

ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ ۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ ۚ وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهْجُرُوهُنَّ فِى ٱلْمَضَاجِعِ وَٱضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا۟ عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

Artinya: 

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Makna/tafsir yang terkandung dalam ayat tersebut adalah: 

Para suami adalah pemimpin bagi para istri. Mereka mengurus berbagai keperluan para istri, karena Allah memberikan kelebihan kepada para suami atas para istri; jugakarena Allah mewajibkan mereka memberikan nafkah kepada para istri dan memimpin mereka. Wanita-wanita yang saleh senantiasa taat kepada Rabb mereka, patuh kepada suami-suami mereka, dan menjaga hak-hak suami-suami mereka di saat mereka tidak ada di rumah berkat bimbingan yang Allah berikan kepada mereka. Dan wanita-wanita yang kalian khawatirkan keengganan mereka untuk patuh kepada suami-suami mereka, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan, maka mulailah -wahai para suami- dengan mengingatkan mereka agar mereka takut kepada Allah. Jika mereka tidak menghiraukannya, maka jauhilah mereka di tempat tidur dengan membalikkan badan dan tidak berhubungan badan dengan mereka. Jika mereka tetap tidak menghiraukannya, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai. Jika mereka kembali patuh kepada kalian, maka janganlah kalian berbuat semena-mena maupun memarahi mereka. Sesungguhnya Allah Mahatinggi dari segala sesuatu, lagi Mahabesar dalam Żat dan sifat-sifat-Nya, maka takutlah kalian kepada-Nya.

Pengaturan mengenai nusyuz di
dalam KHI dipersempit hanya pada
istri serta akibat hukumnya.
Sedangkan mengenai nusyuz suami
tidak disinggung dalam KHI.
Berkaitan dengan nusyuz suami,
sebagaimana nusyuz
istri
yang
dijelaskan dalam Pasal 84 KHI,
apabila melihat isi ayat (1) dari Pasal
84 mengenai nusyuz istri yang
menyatakan bahwa istri dianggap
nusyuz jika tidak mau melaksanakan
kewajiban-kewajiban sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 83 ayat (1)"
kecuali dengan alasan yang sah,
maka hal itu berlaku juga untuk
nusyuz yang datang dari pihak suami.
Sehingga nusyuz suami merupakan
suami yang tidak mau melaksanakan
kewajiban-kewajiban sebagaimana
yang sudah diatur dalam Pasal 80
KHI.
Ada 4 (empat) kemungkinan yang
terjadi dalam kehidupan rumah
tangga yang dapat memicu timbulnya
keinginan untuk memutus
perkawinan salah satunya terjadinya
terjadinya nusyuz dari pihak suami. 12
Hal ini dipertegas oleh Imam Malik
dan Imam Syafi'i yang menyatakan
nusyuz merupakan salah satu hal
Pengaturan mengenai nusyuz di
dalam KHI dipersempit hanya pada
istri serta akibat hukumnya.
Sedangkan mengenai nusyuz suami
tidak disinggung dalam KHI.
Berkaitan dengan nusyuz suami,
sebagaimana nusyuz
istri yang dijelaskan dalam Pasal 84 KHI,
apabila melihat isi ayat (1) dari Pasal
84 mengenai nusyuz istri yang
menyatakan bahwa istri dianggap
nusyuz jika tidak mau melaksanakan
kewajiban-kewajiban sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 83 ayat (1)"
kecuali dengan alasan yang sah,
maka hal itu berlaku juga untuk
nusyuz yang datang dari pihak suami.
Sehingga nusyuz suami merupakan
suami yang tidak mau melaksanakan
kewajiban-kewajiban sebagaimana
yang sudah diatur dalam Pasal 80
KHI.
Ada 4 (empat) kemungkinan yang
terjadi dalam kehidupan rumah
tangga yang dapat memicu timbulnya
keinginan untuk memutus
perkawinan salah satunya terjadinya
terjadinya nusyuz dari pihak suami
Hal ini dipertegas oleh Imam Malik
dan Imam Syafi'i yang menyatakan
nusyuz merupakan salah satu hal.

Berkaitan dengan akibat hukum yang
diberikan nusyuz suami terhadap istri
hal ini dapat dilihat dalam ayat yang
mengatur tentang nusyuz suami yaitu
dalam Q.S An-Nisaa' [4] : 128. Para
ulama yang menjelaskan mengenai
akibat hukum nusyuz suami terhadap
istrinya adalah sebagai berikut:
1) Membatalkan sebagian hak istri
Tafsir Ibnu Katsir Asy-Syafi'i
mengatakan dari Ibnu al-Musyyab,
bahwa putri Muhammad bin Muslim
memiliki suami yang bernama Rafi'
bin Khudaji yang membenci sesuatu
hal darinya, tidak tau karena tua atau
karena hal lainnya, lalu ia bermaksud
menceraikannya. Putri Muhammad
itu berkata "jangan kamu ceraikan
aku dan berikanlah giliranku sesuai
kemauanmu”. Hal ini dipertegas di
dalam kitab ash-Shahihain dari
hadits Hisyam bin Urwah dari
ayahnya dari 'Aisyah, ia berkata:
Ketika Saudah binti Zum'ah telah
tua, dia berikan gilirannya kepada
"Aisyah dan Nabi Muhammad Saw
menggilir ‘Aisyah pada hari Saudah.
Sehingga dari ayat tersebut
dimaksudkan Saudah memberikan
haknya atas Nabi kepada 'Aisyah.!
2) Mengakibatkan batalnya
hubungan perkawinan
Berkaitan dengan mengakibatkan
batalnya hubungan perkawinan,
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
berpendapat bahwa tindakan
membiarkan istri tanpa digauli
sebagaimana lazimnya suami istri
dapat mengakibatkan batalnya
hubungan perkawinan baik karena
sengaja ataupun tidak sengaj
3) Istri menjadi terlantar dalam
kehidupan rumah tangga
Keadaan istri yang diakibatkan
nusyuz suami dalam rumah tangga
menjadikan kehidupannya dan
keluarga menjadi terlantar, karena
suami yang merupakan kepala rumah
tangga membiarkan istri tanpa
perhatian, bahkan suami tidak pernah
bisa mendengar pendapat istri
dengan tidak menganggap kehadiran
istri. Hal ini membuat istri menjadi
terlantar karena bingung dengan
kelakuan suaminya yang
mempertahankan pernikahannya
dengan tidak pernah menganggapnya
tapi juga tidak mau menceraikannya.
4) Mengembalikan mahar kepada
suami
Mengembalikan mahar kepada suami
merupakan akibat yang diterima istri
apabila suami tidak
menceraikannya tetapi istri
menempuh dengan cara khulu'.
Mengembalikan mahar kepada
suamidilakukan istri apabilatidak
bisa dilakukan perdamaian, seperti
istri sudah merelakan haknya atas
suami sehingga kewajiban suami
dalam rumah tangga berkurang tapi suami tetap melakukan nusyuz


keluarga,"
Berdasar KHI terkait akibat nusyuz
suami tidak dijelaskan, namun
seperti halnya akibat yang diterima
oleh istri yang nusyuz diatur dalam
Pasal 84 ayat (2) KHI yaitu:
(2) Selama istri dalam nusyuz,
kewajiban suami terhadap istrinya
tersebut pada Pasal 80 ayat (4) huruf
a dan b tidak berlaku, kecuali hal-hal
untuk kepentingan anaknya.
Sebagaimana akibat nusyuz istri yang
diatur dalam Pasal 84 ayat (2), hal ini
juga berlaku bagi akibat nusyuz
suami, karena suami istri merupakan
komponen penyangga utama dalam
yang memiliki ikatan
yang berakibat memiliki hak dan
kewajiban," sehingga perihal akibat
nusyuz suami yaitu selama suami
dalam keadaan nusyuz, maka
kewajiban istri terhadap suaminya
tersebut pada Pasal 83 tidak berlaku,
kecuali hal-hal untuk kepentingan
anaknya.
Selain akibat nusyuz suami yang
ditimbulkan
terhadap istri
berdasarkan Pasal 84 ayat (2) KHI
apabila dihubungkan dengan Pasal
116 (d), (g), (k) maka dapat
mengakibatkan putusnya perkawinan
dengan gugatan perceraian dari istri.
Gugatan perceraian yang diajukan
istri sebagaimana dalam KHI
berkaitan dengan akibat gugatan
perceraian dengan jalan khulu', yang
akibat khulu' dijelaskan dalam Pasal
161 yaitu perceraian dengan jalan
khulu' mengurangi jumlah talak dan
tak dapat dirujuk.

Comments